(Oleh: Suharyo AP dari Lembaga Pelatihan The Power Of Love). Shalat merupakan inti dari isro’ dan mi’roj. Bagi yang mengerjakannya, shalat merupakan kebutuhan bukan beban.
Dr Quraiys Shihab menjelaskan, shalat dibutuhkan pikiran dan akal manusia, karena merupakan pengenjawantahan dari hubungannya dengan Allah. Dalam shalat terjadi dialog mesra, antara lain, “Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in” (Hanya kepadaMu kami menyembah dan hanya kepadaMu kami meminta pertolongan). Percakapan intim hamba dengan Allah.
Shalat merupakan pemenuhan kebutuhan jiwa. Semua orang mengalami bingung. Dalam suasana seperti itu, sampaikan segala perasaan kepada Allah. “Ihdinashshiratal mustaqim” (Tunjukkan kami ke jalan yang lurus), sebuah harapan hamba kepada Allah.
Shalat juga dibutuhkan oleh masyarakat, tulis Dr Quraish Shihab. Sebab, shalat dalam pengertian yang luas merupakan dasar-dasar pembangunan. Orang Romawi Kuno mencapai puncak keahlian dalam bidang arsitektur, yang hingga kini tetap mengagumkan para ahli, juga karena adanya dorongan tersebut.
Alexis Carrel menyatakan, ”Apabila pengabdian, sembahyang dan do’a yang tulus kepada Sang Maha Pencipta disingkirkan dari tengah kehidupan bermasyarakat, maka itu berarti kita telah menandatangani kontrak bagi kehancuran masyarakat.
Sebuah penegasan dari seorang sarjana yang tidak berlatar belakang pendidikan agama, namun muatannya sarat nilai agama Alexis Carrel yang dua kali mendapat hadiah Nobel mengakui kehebatan pengabdian, do’a dan shalat bagi pembentukan masyarakat. Bisa disejajarkan dengan istilah lain buah dari pengabdian, do’a dan shalat dapat melahirkan manusia yang khusyu’ sosial.
Selingkuh Spiritual
Salah satu ‘buah’ shalat adalah lahirnya manusia yang khusyu’ sosial. Artinya, dia bukan hanya fasih dalam melafalkan bacaan shalat, tetapi juga bisa mewujudkan dalam kehidupan bermasyarakat. Bacaan shalat dijadikan motivator melakukan kebaikan di luar shalat.
Indikasinya, orang yang shalatnya khusu’ maka dalam bermasyarakat sikapnya jujur, adil, amanah, memiliki etos kerja tinggi kuat iman. Ia selalu berupaya menjaga hubungan dengan Allah agar selalu mesra sebagai wujud iman dan shalatnya. Dalam setiap aktivitas hidupnya ada satunya kata dengan perbuatan.
Orang yang shalatnya bagus memantulkan jiwa suci dan berprilaku terpuji. Tidak perduli dia hidup di desa, tidak berpendidikan, dan mungkin dari materi sangat kekurangan namun tetap qonaah (mau menerima apa adanya). Tidak melacurkan diri dalam kebohongan publik. Intinya orang yang shalatnya baik, akan terhindar dari perbutan keji dan munkar.
Itulah yang menyebabkan Umar ibnu Khottob terperangah ketika mendengar jawaban pemuda desa yang yang sehari-hari sebagai pengembala ternak ketika ketika dibujuk Umar agar mau menjual seekor kambing milik majikannya ia menolak. “Majikanmu tidak mungkin tahu, kalau ditanya katakan kambing itu diterkam serigala,” ucap Umar menguji.
“Majikan meang tidak tahu kemana kambing hilang, tetapi di mana Allah?.” Menurut pemuda tadi, Allah mengetahui apa saja yang dilakukan hamba-Nya. Allah maha tahu apa yang dilakukan hamba-Nya dilakukan sembunyi-seumbunyi apalagi terang-terangan. Allah mencatat setiap gerak-gerik hati hamba-Nya.
Orang yang mempermainkan Allah dengan perilaku tidak terpuji secara sosial dan perilaku dan serong secara vertikal, maka hal itu berarti telah melakukan selingkuh spiritual.
Ia mempermainkan cintanya kepada Allah dengan melakukan ‘selingkuh’ cinta pada yang lain. Kecintaan jiwanya yang bercabang acap kali membuat cinta kepada Allah tertutupi bahkan terkalahkan cinta pada yang lain misalnya: harta, jabatan, anak, dsb. Cinta yang melenceng menyebabkan memintanya bukan kepada Allah tetapi kepada yang lain seperti kepada benda benda yang dianggap keramat seperti kuburan, gunung, pohon besar, dan sebagainya.
Dan selingkuh seperti ini bisa memancing kemarahan Allah. Setidaknya, hamba yang berperilaku seperti itu terkena stempel sebagai orang syirik atau menyekutukan Allah. Dan, dosanya tidak bisa diampuni karena termasuk dosa besar. Untuk mencegah semua itu kuncinya satu: memperbaiki shalat.
Agar semangat melaksanakan shalat tidak kendor, maka perlu terus ditelisik apa sebenarnya rahasia di balik pembagian lima waktu, apa saja keistimewaannya, dsb. Agaknya apa yang disampaikan Nabi Saw kepada orang Yahudi itu sangat bermanfaat. Pertanyaannya, kapan shalat kita bisa benar dalam arti bisa menumbuhkan rasa cinta mendalam kepada Allah dan shalat yang bisa mencegah perbuatan keji dan munkar.